Permasalahan Hidup dalam Islam

Permasalahan Hidup dalam Islam - Assalamualaikum Sahabat Kumpulan Doa & Fiqih, Pada Artikel kali ini membahas tentang Permasalahan Hidup dalam Islam, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Tuntunan Islam, yang kami tulis ini dapat memberi manfaat buat kita. baiklah, selamat membaca.

Judul Artikel : Permasalahan Hidup dalam Islam
Link Artikel : Permasalahan Hidup dalam Islam

Artikel Lain


Permasalahan Hidup dalam Islam

Permasalahan Hidup Umat Islim dalam Kehidupan Sehari-hari


Adapun permasalahan ini timbul dikarenakan ketidak tahuan muslim itu sendiri, yang sebenarnya berdampak pada nilai ibadah yang seharusnya bernilai bagus menjadi buruk nilainya. Apa saja kah permasalahan hidup umat muslim dalam kehidupan sehari-hari itu?

1. Penggunaan Kalimat Masya Allah dan Subhanallah

Penggunaan Subhanallah dan Masya Allah
Kapan Kita Mengucapkan Subhanallah dan Masya Allah? dalam hal ini banyak dari umat muslim yang keliru dalam penggunaannya. Namun, karena ketidak tahuan yang mereka alami, dengan percaya diri mereka mengucapkannya bertolak belakang dengan Tuntunan Islam.

Allah berfirman di surat al-Kahfi,


وَلَوْلا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ

“Mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu “maasyaallaah, laa quwwata illaa billaah (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah).” (QS. al-Kahfi: 39)

Ayat ini dijadikan dalil sebagian ulama terkait kapan kita diajurkan mengucapkan masya Allah. Dalam ayat ini, orang mukmin menasehatkan kepada temannya pemilik kebun yang kafir, agar ketika masuk kebunnya dia mengucapkan, “maasyaallaah, laa quwwata illaa billaah” sehingga kebunnya tidak tertimpa hal yang tidak diinginkan.

Ketika menjelaskan ayat ini, Imam Ibnu Utsaimin mengatakan,

وينبغي للإنسان إذا أعجبه شيء من ماله أن يقول: “ما شاء الله لا قوة إلَّا بالله” حتى يفوض الأمر إلى الله لا إلى حوله وقوته، وقد جاء في الأثر أن من قال ذلك في شيء يعجبه من ماله فإنه لن يرى فيه مكروهاً

Selayaknya bagi seseorang, ketika dia merasa kagum dengan hartanya, agar dia mengucapkan, “maasyaallaah, laa quwwata illaa billaah” sehingga dia kembalikan segala urusannya kepada Allah, bukan kepada kemampuannya. Dan terdapat riwayat, bahwa orang yang membaca itu ketika merasa heran dengan apa yang dimilikinya, maka dia tidak akan melihat sesuatu yang tidak dia sukai menimpa hartanya. (Tafsir Surat al-Kahfi, ayat: 39).

Doakan Keberkahan

Disamping bacaan di atas, ketika kita melihat sesuatu yang mengagumkan dimiliki oleh orang lain, kita dianjurkan untuk mendoakan keberkahan untuknya. Misalnya dengan mengusapkan, Baarakallahu laka fiih, semoga Allah memberkahi anda dengan apa yang anda miliki.

Dari Abdillah bin Amir bin Rabiah, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مِنْ أَخِيهِ أَوْ مِنْ نَفْسِهِ أَوْ مِنْ مَالِهِ مَا يُعْجِبُهُ فَلْيُبَرِّكْهُ فَإِنَّ الْعَيْنَ حَقٌّ

"Apabila kalian melihat ada sesuatu yang mengagumkan pada saudaranya atau dirinya atau hartanya, hendaknya dia mendoakan keberkahan untuknya. Karena serangan ain itu benar." (HR. Ahmad).

Kapan Dianjurkan Mengucapkan Subhanallah?

Terdapat beberapa keadaan, dimana kita dianjurkan mengucapkan subhanallah. Diantaranya,

Pertama, ketika kita keheranan terdapat sikap.

Tidak kaitannya dengan keheranan terhadap harta atau fisik atau apa yang dimiliki orang lain. Tapi keheranan terhadap sikap.

Misalnya, terlalu bodoh, terlalu kaku, terlalu aneh, dan lain sebagainya.

Kita lihat beberapa kasus berikut,

Kasus pertama, Abu Hurairah pernah ketemu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kondisi junub. Lalu Abu Hurairah pergi mandi tanpa pamit. Setelah balik, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, mengapa tadi dia pergi. Kata Abu Hurairah, “Aku junub, dan aku tidak suka duduk bersama anda dalam keadaan tidak suci.” Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

سُبْحَانَ اللَّهِ إِنَّ الْمُسْلِمَ لاَ يَنْجُسُ

"Subhanallah, sesungguhnya muslim itu tidak najis." (HR. Bukhari 279)

Kasus kedua, ada seorang wanita yang datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menanyakan bagaimana cara membersihkan bekas haid setelah suci. Beliau menyarankan, “Ambillah kapas yang diberi minyak wangi dan bersihkan.”

Wanita ini tetap bertanya, “Lalu bagaimana cara membersihkannya.”

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa malu untuk menjawab dengan detail, sehingga beliau hanya mengatakan,

سُبْحَانَ اللَّهِ تَطَهَّرِى بِهَا

“Subhanallah.., ya kamu bersihkan pakai kapas itu.”

Aisyah paham maksud Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliaupun langsung menarik wanita ini dan mengajarinya cara membersihkan darah ketika haid. (HR. Bukhari 314 & Muslim 774)

Kasus ketiga, Aisyah pernah ditanya seseorang,

“Apakah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat Allah?”

Aisyah langsung mengatakan,

سُبْحَانَ اللَّهِ لَقَدْ قَفَّ شَعْرِى لِمَا قُلْت

"Subhanallah, merinding bulu romaku mendengar yang kamu ucapkan." (HR. Muslim 459).

an-Nawawi mengatakan,

أن سبحان الله في هذا الموضع وأمثاله يراد بها التعجب وكذا لااله إلا الله ومعنى التعجب هنا كيف يخفى مثل هذا الظاهر الذي لايحتاج الإنسان في فهمه إلى فكر وفي هذا جواز التسبيح عند التعجب من الشيء واستعظامه

"Bahwa ucapan subhanallah dalam kondisi semacam ini maksudnya adalah keheranan. Demikian pula kalimatlaa ilaaha illallah. Makna keheranan di sini, bagaimana mungkin sesuatu yang sangat jelas semacam ini tidak diketahui. Padahal seseorang bisa memahaminya tanpa harus serius memikirkannya. Dan dalam hadis ini terdapat dalil bolehnya membaca tasbih ketika keheranan terhadap sesuatu atau menganggap penting kasus tertentu." (Syarh Shahih Muslim, 4/14).

Kedua, Keheranan ketika ada sesuatu yang besar terjadi

Misalnya melihat kejadian yang luar biasa. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang tersentak bangun di malam hari, karena keheranan melihat sesuatu yang turun dari langit.

Dari Ummu Salamah Radhiyallahu ‘anha, bahwa pernah suatu malam, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallamterbangun dari tidurnya.

سُبْحَانَ اللَّهِ مَاذَا أُنْزِلَ اللَّيْلَةَ مِنَ الْفِتَنِ

“Subhanallah, betapa banyak fitnah yang turun di malam ini.” (HR. Bukhari 115).

Dalam kasus lain, beliau juga pernah merasa terheran ketika melihat ancaman besar dari langit. Terutama bagi orang yang memiliki utang,

Dari Muhammad bin Jahsy radhiallahu ‘anhu, “Suatu ketika, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat ke arah langit, kemudian beliau bersabda,

سُبْحَانَ اللَّهِ مَاذَا نُزِّلَ مِنَ التَّشْدِيدِ

“Subhanallah, betapa berat ancaman yang diturunkan ….”

Kemudian, keesokan harinya, hal itu saya tanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Wahai Rasulullah, ancaman berat apakah yang diturunkan?’

Beliau menjawab,

وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ رَجُلاً قُتِلَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ أُحْيِىَ ثُمَّ قُتِلَ ثُمَّ أُحْيِىَ ثُمَّ قُتِلَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ مَا دَخَلَ الْجَنَّةَ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ دَيْنُهُ

"Demi Allah, yang jiwaku berada di tangan-Nya. Seandainya ada seseorang yang terbunuh di jalan Allah, lalu dia dihidupkan kembali, kemudian terbunuh lagi (di jalan Allah), lalu dia dihidupkan kembali, kemudian terbunuh lagi (di jalan Allah), sementara dia masih memiliki utang, dia tidak masuk surga sampai utangnya dilunasi." (HR. Nasa’i 4701 dan Ahmad 22493; dihasankan al-Albani).

Kata Ali Qori, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan subhanallah karena takjub (keheranan) melihat peristiwa besar yang turun dari langit. (Mirqah al-Mafatih, 5/1964).

Inilah salah satu contoh permasalahan hidup yang di alami umat muslim kebanyakan saat ini. Karena penggunaan yang keliru akan menimbulkan makna yang keliru serta doa yang keliru juga.

2. Meniup Minuman atau Makanan yang Panas
permasalahan hidup muslim sehari-hari
Meniup Makanan dan Minuman
Banyak dari kita yang ketika dihadapkan dengan minuman yang panas kemudian kita meniupnya dengan harapan agar minuman itu cepat dingin. Padahal Rasulullah SAW melarang hal ini untuk dilakukan oleh umatnya.

Sabda Rasul :

"Bila salah satu di antara kalian minum, maka janganlah menghembuskan ke dalam tempat minum" (HR Muslim & Qotadah)

Mengapa demikian? itu disebabkan oleh ketika manusia mengeluarkan nafas adalah mengeluarkan zat asam arang, suatu zat yang harus di buang. Dan waktu kita menghirup, kita menghirup zat asam. Suatu zat yang sangat dibutuhkan untuk pembakaran. Bila kita menghembuskan minuman atau makanan kemudian kita minum atau kita makan, berarti kita memasukkan kembali zat asam arang  ke dalam tubuh kita, yang mana seharusnya zat asam arang itu dibuang.

3. Minum dalam sekali nafas
permasalahan hidup muslim sehari-hari
Ketika dalam keadaan haus yang sangat, seperti setelah berolah raga atau bekerja keras, sering kita jumpai orang minum dengan sekali tegukkan dengan alasan agar rasa hausnya itu segera hilang. Padahal jika kita lakukan itu ada hal yang bisa terjadi di mana hal yang terjadi itu adalah sesuatu yang tidak kita inginkan. Oleh karenanya Junjungan kita, Nabi kita Muhammad SAW melarang hal itu, tentu Rasul melarang karena pasti ada madharat yang ditimbulkan.

Sabda Rasulullah SAW :

"Melarang Rasulullah SAW dari minum air menghirup sekali nafas, dan berkata Nabi : demikian itu minumnya syetan" (HR Baihaqi dan Ibnu Syihab Mursalam).

Haadits di atas merupakan tuntunan Rasulullah SAW yang baik. Demi keselamatan manusia serta memelihara kesehatan, menjauhkan dari gangguan-gangguan penyakit akibat perilaku yang sembrono. Dalam suatu keterangan disebutkan, bahwa minum sekali hirup itu adalah mewariskan penyakit hati dan mag. Lagi pula hal itu dapat membuat kita tersedak, dan tersedak itu sendiri rasanya tidak enak, sementara kita tidak menginginkan hal-hal yang sifatnya tidak enak, betul, betul, betul?

4. Mengecilkan Suara dan mengucap hamdalah ketika bersin


permasalahan hidup umat islamMukjizat di Balik Bersin dan Menguap

Islam adalah agama yang telah menjelaskan adab berbagai hal sampai-sampai dalam hal yang kecil dan sederhana, semisal dalam hal bersin dan menguap. Ada adab yang Islam ajarkan dalam dua aktivitas tersebut. Adab yang Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan ini telah dibuktikan ampuhnya oleh para dokter. Sungguh ini adalah mukjizat yang luar biasa.

Mengenai menguap terdapat hadits dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعُطَاسَ وَيَكْرَهُ التَّثَاؤُبَ فَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَحَقٌّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ سَمِعَهُ أَنْ يُشَمِّتَهُ وَأَمَّا التَّثَاؤُبُ فَإِنَّمَا هُوَ مِنْ الشَّيْطَانِ فَلْيَرُدَّهُ مَا اسْتَطَاعَ فَإِذَا قَالَ هَا ضَحِكَ مِنْهُ الشَّيْطَانُ

“Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan membenci menguap. Karenanya apabila salah seorang dari kalian bersin lalu dia memuji Allah, maka kewajiban atas setiap muslim yang mendengarnya untuk mentasymitnya(mengucapkan yarhamukallah). Adapun menguap, maka dia tidaklah datang kecuali dari setan. Karenanya hendaklah menahan menguap semampunya. Jika dia sampai mengucapkan ‘haaah’, maka setan akan menertawainya.” (HR. Bukhari)

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu anhu, dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا تَثَاوَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيُمْسِكْ بِيَدِهِ عَلَى فِيهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَدْخُلُ

“Bila salah seorang dari kalian menguap maka hendaklah dia menahan mulutnya dengan tangannya karena sesungguhnya setan akan masuk.” (HR. Muslim)

Imam Ibnu Hajar berkata, "Imam Al-Khathabi mengatakan bahwa makna cinta dan benci pada hadits di atas dikembalikan kepada sebab yang termaktub dalam hadits itu. Yaitu bahwa bersin terjadi karena badan yang kering dan pori-pori kulit terbuka, dan tidak tercapainya rasa kenyang. Ini berbeda dengan orang yang menguap. Menguap terjadi karena badan yang kekenyangan, dan badan terasa berat untuk beraktivitas, hal ini karena banyaknya makan . Bersin bisa menggerakkan orang untuk bisa beribadah, sedangkan menguap menjadikan orang itu malas" (Fathul Baari, 10/607)

Adapun mengenai bersin, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bagaimana seseorang yang mendengar orang yang bersin dan memuji Allah agar membalas pujian tersebut. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَلْيَقُلْ لَهُ أَخُوهُ أَوْ صَاحِبُهُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَإِذَا قَالَ لَهُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَلْيَقُلْ يَهْدِيكُمُ اللَّهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ

“Ababila salah seorang dari kalian bersin, hendaknya dia mengucapkan, “alhamdulillah” sedangkan saudaranya atau temannya hendaklah mengucapkan, “yarhamukallah (Semoga Allah merahmatimu). Jika saudaranya berkata ‘yarhamukallah’ maka hendaknya dia berkata, “yahdikumullah wa yushlih baalakum (Semoga Allah memberimu petunjuk dan memperbaiki hatimu).” (HR. Bukhari)

Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu anhu, beliau berkata bahwa beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَحَمِدَ اللَّهَ فَشَمِّتُوهُ فَإِنْ لَمْ يَحْمَدْ اللَّهَ فَلَا تُشَمِّتُوهُ

“Bila salah seorang dari kalian bersin lalu memuji Allah maka tasymitlah dia. Tapi bila dia tidak memuji Allah, maka jangan kamu tasymit dia.” (HR. Muslim). Tasymit adalah mengucapkan ‘yarhamukallah’.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dia berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا عَطَسَ غَطَّى وَجْهَهُ بِيَدِهِ أَوْ بِثَوْبِهِ وَغَضَّ بِهَا صَوْتَهُ

“Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersin, beliau menutup wajahnya dengan tangan atau kainnya sambil merendahkan suaranya.” (HR. Abu Daud, At-Tirmizi, dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 4755)

Para dokter di zaman sekarang mengatakan, "Menguap adalah gejala yang menunjukkan bahwa otak dan tubuh orang tersebut membutuhkan oksigen dan nutrisi; dan karena organ pernafasan kurang dalam menyuplai oksigen kepada otak dan tubuh." Dan hal ini terjadi ketika kita sedang kantuk atau pusing, lesu, dan orang yang sedang menghadapi kematian. Dan menguap adalah aktivitas menghirup udara dalam-dalam melalui mulut dan bukan mulut dengan cara biasa menarik nafas dalam-dalam. Karena mulut bukanlah organ yang disiapkan untuk menyaring udara seperti hidung. Apabila mulut tetap dalam keadaan terbuka ketika menguap, maka masuk juga berbagai jenis mikroba dan debu, atau kutu bersamaan dengan masuknya udara ke dalam tubuh. Oleh karena itu, datang petunjuk nabawi yang mulia agar kita melawan “menguap” ini sekuat kemampuan kita, atau pun menutup mulut saat menguap dengan tangan kanan atau pun dengan punggung tangan kiri.

Bersin adalah lawan dari menguap yaitu keluarnya udara dengan keras, kuat disertai hentakan melalui dua lubang: hidung dan mulut. Maka akan terkuras dari badan bersamaan dengan bersin ini sejumlah hal seperti debu, haba’ (sesuatu yang sangat kecil, di udara, yang hanya terlihat ketika ada sinar matahari), atau kutu, atau mikroba yang terkadang masuk ke dalam organ pernafasan. Oleh karena itu, secara tabiat, bersin datang dari Yang Maha Rahman (Pengasih), sebab padanya terdapat manfaat yang besar bagi tubuh. Dan menguap datang dari syaithan sebab ia mendatangkan bahaya bagi tubuh. Dan atas setiap orang hendaklah memuji Allah Yang Maha Suci Lagi Maha Tinggi ketika dia bersin, dan agar meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk ketika sedang menguap (Lihat Al-Haqa’iq Al-Thabiyah fii Al-Islam: hal 155)

Subhanallah … Sungguh luar biasa mukjizat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memerintahkan kita berbagai adab ketika bersin dan menguap. Amalkanlah adab bersin dan menguap seperti yang diperintahkan dalam berbagai hadits di atas sehingga kita pun bisa raih barokahnya.

5. Menyembunyikan Ilmu

عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال مثل الذي يتعلم العلم ثم لا يحدث به كمثل الذي يكنز الكنز فلا ينفق منه

Dari Abu Hurairah : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Perumpamaan orang yang mempelajari ilmu kemudian tidak menyampaikannya adalah seperti orang yang menyimpan harta namun tidak menafkahkannya darinya (membayarkan zakatnya)” (HR Ath-Thabaraniy dalam Al-Ausath no. 689; shahih – lihat Ash-Shahiihah no. 3479)

Dalam hadist yang lain :

عن أبي هريرة قال : قال رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم: "من سئل عن علمٍ فكتمه ألجمه اللّه بلجام من نارٍ يوم القيامة

Dari Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Barangsiapa yang ditanya tentang satu ilmu lalu menyembunyikannya, niscaya Allah akan mengikatnya dengan tali kekang dari api neraka di hari kiamat kelak” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 3658, At-Tirmidziy no. 2649, Ath-Thayalisiy no. 2534, Ibnu Abi Syaibah 9/55, Ahmad 2/263 & 305 & 344 & 353 & 499 & 508, Ibnu Maajah no. 261, Ibnu Hibbaan no. 95, Al-Haakim 1/101, Al-Baghawiy no. 140, dan yang lainnya; shahih)

Ketika dirimu ditanya tentang sesuatu yang TIDAK ENGKAU KETAHUI maka ucapkanlah Wallahu A'lam

عن علي بن أبي طالب رضي الله عنه قال: (يا بردها على الكبد!! أن تقول لما لا تعلم الله أعلم

Artinya: “Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata: ” Sungguh sangat sejuk di dalam hati…ketika kamu mengatakan sesuatu yang kamu tidak ketahui: “Allah a’lam (Allah lebih mengetahui)”. (Riwayat shahih oleh Ad-Darimi (1/175,176), Ibnu Asakir di dalam kitab Tarikh Dimasyq (42/510) dan al-Khathib di dalam kitab al-Faqih wa al-Mutafaqqih (2/362) dari riwayat ‘Atha’ ni as-saib dari Abul Bakhtari dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu).

Di zaman sekarang ini sudah banyak sekali orang yang pandai dalam satu pengetahuan karena didukung oleh ilmu pengetahuan yang semakin berkembang. Namun, tidak sedikit juga yang pelit akan ilmunya bahkan mereka berani menjual pengetahuannya itu dengan harga yang mereka tetapkan sendiri. Semoga kita tidak termasuk ke dalam orang-orang yang suka menyembunyikan ilmu.

6. Berbicara Ketika Khutbah

permasalahan hidup umat islam sehari-hari
Nah,, ini dia fenomaena yang mungkin sering kita jumpai ketika khutbah shalat jum'at, padahal seorang bilal menyatakan hadis Rasul akan larangan berbicara ketika khutbah sedang berlangsung. Meskipun begitu, tetap saja ada yang tidak paham akan hal itu.

Hukum Berbicara Ketika Khutbah Jum’at

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Ketika menghadiri shalat Jum’at di masjid, tentu terdapat adab yang mesti diperhatikan. Di antara adab tersebut adalah diam ketika imam berkhutbah.

Berbagai Hadits yang Menunjukkan Larangan

Dalam hadits riwayat Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا

“Barangsiapa yang berwudhu, lalu memperbagus wudhunya kemudian ia mendatangi (shalat) Jum’at, kemudian (di saat khutbah) ia betul-betul mendengarkan dan diam, maka dosanya antara Jum’at saat ini dan Jum’at sebelumnya ditambah tiga hari akan diampuni. Dan barangsiapa yang bermain-main dengan tongkat, maka ia benar-benar melakukan hal yang batil (lagi tercela) ” (HR. Muslim no. 857)

Dari Ibnu ‘Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَكَلَّمَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَهُوَ كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَاراً وَالَّذِى يَقُولُ لَهُ أَنْصِتْ لَيْسَ لَهُ جُمُعَةٌ

“Barangsiapa yang berbicara pada saat imam khutbah Jum’at, maka ia seperti keledai yang memikul lembaran-lembaran (artinya: ibadahnya sia-sia, tidak ada manfaat, pen). Siapa yang diperintahkan untuk diam (lalu tidak diam), maka tidak ada Jum’at baginya (artinya: ibadah Jum’atnya tidak sempurna, pen).” (HR. Ahmad 1: 230. Hadits ini dho’if kata Syaikh Al Albani)

Dari Salman Al Farisi, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ، وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ ، وَيَدَّهِنُ مِنْ دُهْنِهِ ، أَوْ يَمَسُّ مِنْ طِيبِ بَيْتِهِ ثُمَّ يَخْرُجُ ، فَلاَ يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ ، ثُمَّ يُصَلِّى مَا كُتِبَ لَهُ ، ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ الإِمَامُ ، إِلاَّ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الأُخْرَى

“Apabila seseorang mandi pada hari Jum’at, dan bersuci semampunya, lalu memakai minyak dan harum-haruman dari rumahnya kemudian ia keluar rumah, lantas ia tidak memisahkan di antara dua orang, kemudian ia mengerjakan shalat yang diwajibkan, dan ketika imam berkhutbah, ia pun diam, maka ia akan mendapatkan ampunan antara Jum’at yang satu dan Jum’at lainnya.” (HR. Bukhari)

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ . وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ

“Jika engkau berkata pada sahabatmu pada hari Jum’at, ‘Diamlah, khotib sedang berkhutbah!’ Sungguh engkau telah berkata sia-sia.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Kalam Ulama

An Nadhr bin Syumail berkata, “Laghowta bermakna luput dari pahala.” Ada pula ulama yang berpendapat, maksudnya adalah tidak mendapatkan keutamaan ibadah jum’at. Ulama lain berpendapat bahwa yang dimaksud adalah ibadah jum’atnya menjadi shalat Zhuhur biasa (Lihat Fathul Bari, 2: 414).

Ibnu Battol berkata, “Para ulama yang biasa memberi fatwa menyatakan wajibnya diam kala khutbah Jum’at.” (Syarh Al Bukhari, 4: 138, Asy Syamilah)

Yang dimaksudkan “tidak ada jum’at baginya” adalah tidak ada pahala sempurna seperti yang didapatkan oleh orang yang diam. Karena para fuqoha bersepakat bahwa shalat Jum’at orang yang berbicara itu sah, dan tidak perlu diganti dengan Zhuhur empat raka’at. (Lihat penjelasan Ibnu Battol dalam Syarh Al Bukhari, 4: 138, Asy Syamilah)

“Ngobrol” Ketika Imam Berkhutbah, Haram ataukah Makruh?

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Hadits di atas menunjukkan larangan berbicara dengan berbagai macam bentuknya ketika imam berkhutbah. Begitu juga dengan perkataan untuk menyuruh orang diam, padahal asalnya ingin melakukan amar ma’ruf (memerintahkan kebaikan), itu pun tetap disebut ‘laghwu’ (perkataan yang sia-sia). Jika seperti itu saja demikian, maka perkataan yang lainnya tentu jelas terlarang. Jika kita ingin beramar ma’ruf kala itu, maka cukuplah sambil diam dengan berisyarat yang membuat orang lain paham. Jika tidak bisa dipahami, cukup dengan sedikit perkataan dan tidak boleh lebih dari itu.

Mengenai hukum berbicara di sini apakah haram ataukah makruh, para ulama berbeda pendapat. Imam Syafi’i memiliki dua pendapat dalam hal ini. Al Qadhi berkata bahwa Imam Malik, Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i serta kebanyakan berpendapat wajibnya diam saat khutbah.

Dalam hadits disebutkan, “Ketika imam berkhutbah”. Ini menunjukkan bahwa wajibnya diam dan larangan berbicara adalah ketika imam berkhutbah saja. Inilah pendapat madzhab Syafi’i, Imam Malik dan mayoritas ulama. Berbeda dengan Abu Hanifah yang menyatakan wajib diam sampai imam keluar.” (Syarh Shahih Muslim, 6: 138-139)

Memperingatkan Orang Lain Saat Khutbah Cukup dengan Isyarat

Sebagaimana kata Imam Nawawi rahimahullah di atas, “Jika kita ingin beramar ma’ruf kala itu, maka cukuplah sambil diam dengan berisyarat yang membuat orang lain paham. Jika tidak bisa dipahami, cukup dengan sedikit perkataan dan tidak boleh lebih dari itu.”

Pernyataan di atas didukung dengan hadits Anas bin Malik. Ia berkata, “Tatkala Rasulullahh shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di atas mimbar, berdirilah seseorang dan bertanya, “Kapan hari kiamat terjadi, wahai Nabi Allah?”. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam diam, tidak mau menjawab. Para sahabat lalu berisyarat pada orang tadi untuk duduk, namun ia enggan.” (HR. Bukhari no. 6167, Ibnul Mundzir no. 1807, dan Ibnu Khuzaimah no. 1796). Hadits ini menunjukkan bahwa para sahabat melakukan amar ma’ruf ketika imam berkhutbah hanya dengan isyarat.

Menjawab Salam Orang Lain Saat Khutbah

Termasuk dalam larangan adalah menjawab salam orang lain ketika imam berkhutbah. Balasannya cukup dengan isyarat (Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1: 589)

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz berkata, “Menjawab salam saat khutbah tidaklah diperintahkan. Bahkan kita hendaknya shalat tahiyyatul masjid, duduk dan tidak mengucapkan salam pada yang lain hingga selesai khutbah. Jika ada yang memberi salam padamu, maka cukuplah balas dengan isyarat sebagaimana halnya jika engkau diberi salam ketika shalat, yaitu membalasnya cukup dengan isyarat. … Jika ada di antara saudaranya yang memberi salam sedangkan saat itu imam sedang berkhutbah, maka balaslah salamnya dengan isyarat,bisa dengan tangan atau kepalanya. Itu sudah cukup, alhamdulillah.” (Jawaban pertanyaan di website resmi Syaikh Ibnu Baz di sini)

Menjawab Salam Khotib

Jika imam mengucapkan salam ketika ia naik mimbar, hukum menjawabnya adalah fardhu kifayah (artinya: jika sebagian sudah mengucapkan, yang lain gugur kewajibannya).

Dalam kitab Al Inshof (4: 56, Asy Syamilah), salah satu kitab fikih madzhab Hambali disebutkan,

رَدُّ هَذَا السَّلَامِ وَكُلِّ سَلَامٍ مَشْرُوعٍ فَرْضُ كِفَايَةٍ عَلَى الْجَمَاعَةِ الْمُسَلَّمِ عَلَيْهِمْ

“Menjawab salam imam (ketika ia masuk dan menghadap jama’ah) dan juga menjawab setiap salam adalah sesuatu yang diperintahkan dan hukumnya fardhu kifayah bagi para jama’ah kaum muslimin.”

Jika menjawab salam kala itu diperintahkan, maka jawabannya pun dengan suara jaher, dengan suara yang didengar oleh imam. Mula ‘Ali Al Qori berkata,

أن رد السلام من غير إسماع لا يقوم مقام الفرض

“Menjawab salam dan tidak terdengar (di telinga orang yang memberi salam), itu belum menggugurkan kewajiban.” (Mirqotul Mafatih Syarh Misykatul Mashobil, 13: 6, Asy Syamilah)

Menjawab Kumandang Adzan

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ

“Jika kalian mendengar kumandang adzan dari muadzin, maka ucapkanlah seperti yang ia ucapkan.” (HR. Muslim no. 384).

Dalam Syarhul Mumthi’, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin berkata, “Jika imam telah memberi salam kepada jama’ah, ia disunnahkan duduk hingga selesai kumandang adzan. Ketika itu, hendaklah menjawab seruan muadzin (dengan mengucapkan yang semisal) karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian mendengar seruan muadzin, maka ucapkanlah seperti yang ia ucapkan.” Hadits ini adalah umum. Jika imam berada di mimbar, hendaklah ia menjawab adzan, begitu pula makmum. Hendaklah mereka mengucapkan seperti yang diucapkan muadzin kecuali pada lafazh ‘hayya ‘alash sholaah’ dan ‘hayya ‘alal falaah’, hendaklah mereka ucapkan ‘laa hawla wa laa quwwata illa billah’.”

Adapun menjawab adzan kala itu, cukup dengan suara lirih sebagaimana asal do’a dan dzikir adalah demikian. Allah Ta’ala berfirman,

وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْل

“Dan sebutlah (nama) Rabbmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara.” (QS. Al A’rof: 205)

ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

“Berdoalah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al A’rof: 55)

Menjawab Shalawat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Dari ‘Ali bin Abi Tholib, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

اَلْبَخِيْلُ مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ

“Orang pelit itu adalah orang yang ketika disebut namaku ia enggan bershalawat” (HR. Tirmidzi no. 3546 dan Ahmad 1: 201. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih).

Dalam Asnal Matholib salah satu fikih Syafi’iyah disebutkan, “Bagi yang mendengar khotib bershalawat, hendaklah ia mengeraskan suaranya ketika membalas shalawat tersebut.” Ulama Syafi’iyah lainnya menyatakan sunnah untuk diam dan tidak wajib menjawab shalawat.

Ulama Hambali menyatakan bolehnya menjawab shalawat ketika diucapkan, namun jawabnya dengan suarasirr (lirih) sebagaimana do’a.

Intinya, ada dua dalil dalam masalah ini yaitu dalil yang memerintahkan untuk menjawab shalawat dan dalil yang memerintahkan untuk diam saat imam berkhutbah. Jika kita kompromikan dua dalil tersebut, yang lebih afdhol adalah menjawab shalawat dengan suara sirr (lirih). (Lihat bahasan islamweb.net)

Menjawab Orang yang Bersin

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin ditanya, “Apa hukum menjawab salam dan menjawab bersin saat khutbah Jum’at? Apa juga hukum menyodorkan tangan pada orang yang ingin bersalaman ketika imam berkhutbah?”

Jawaban beliau rahimahullah, “Menjawab salam orang lain dan menjawab bersin saat imam berkhutbah tidak diperbolehkan, karena hal itu termasuk berbicara yang terlarang dan hukumnya haram. Karena seorang muslim (yaitu jama’ah) tidaklah diperintahkan untuk mengucapkan salam kala itu. Dikarenakan salamnya tidak diperintahkan, maka demikian pula dengan balasannya.

Orang yang bersin pun tidak diperintahkan mengeraskan bacaan ‘alhamdulillah’ tatkala imam berkhutbah. Oleh karenanya, ucapannya tidak perlu dibalas dengan ucapan ‘yarhamukallah’.

Sedangkan menyamput jabatan tangan orang yang ingin bersalaman, sebaiknya tidak dilakukan karena termasuk membuat lalai. Kecuali jika dikhawatirkan terdapat mafsadat, maka ketika itu tidaklah mengapa menyambut sodoran tangannya, akan tetapi tidak boleh ditambah dengan obrolan. Dan jelaskan padanya setelah shalat bahwa pembicaraan saat khutbah itu haram. (Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin, 16: 94, Asy Syamilah)

Berbicara dengan Khotib

Berbicara dengan khotib saat khutbah diperbolehkan jika ada hajat, baik ketika khotib memulai pembicaraan atau memulai bertanya, atau ketika menjawab pembicaraannya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Anas bin Malik, ia berkata,

أَتَى رَجُلٌ أَعْرَابِىٌّ مِنْ أَهْلِ الْبَدْوِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، هَلَكَتِ الْمَاشِيَةُ هَلَكَ

“Ada seorang Arab badui mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan saat itu beliau sedang berkhutbah Jum’at. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, hewan ternak pada binasa …” (HR. Bukhari no. 1029). Arab badui mengucapkan demikian karena hujan tidak kunjung berhenti setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammeminta hujan lewat shalat istisqo’ sehingga hewan-hewan ternak pun mati. Ia meminta kepada Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam supaya berdo’a agar hujan dihentikan.

Begitu pula dalam kisah Sulaik. Dari Jabir bin ‘Abdillah, ia berkata,

جَاءَ سُلَيْكٌ الْغَطَفَانِىُّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَخْطُبُ فَجَلَسَ فَقَالَ لَهُ  يَا سُلَيْكُ قُمْ فَارْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَتَجَوَّزْ فِيهِمَا – ثُمَّ قَالَ – إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَلْيَتَجَوَّزْ فِيهِمَا

“Sulaik Al Ghothofani datang pada hari Jum’at dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berkhutbah. Ia masuk dan langsung duduk. Beliau pun berkata pada Sulaik, “Wahai Sulaik, berdirilah dan kerjakan shalat dua raka’at (tahiyyatul masjid), persingkat shalatmu (agar bisa mendengar khutbah, pen).” Lantas beliau bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian menghadiri shalat Jum’at dan imam berkhutbah, tetaplah kerjakan shalat sunnah dua raka’at dan persingkatlah.” (HR. Bukhari no. 930 dan Muslim no. 875) (Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1: 589).

7. Ghibah atau Gosip

permasalahan hidup umat islam sehari-hari
Inilah dia yang kami anggap permasalahan hidup terbesar umat islam. Di zaman sekarang ini, setiap hari kita dihadapkan dengan yang namanya gosip. Apalagi di televisi, masih pagi sudah ada gosip, siang bahkan sampai malam kita disuguhkan oleh tayangan gosip atau gibah yang belum dapat dipastikan kebenarannya.

Hukum Ghibah

Apa itu ghibah? Ghibah atau menggunjing adalah membicarakan orang lain yang orang yang kita bicarakan itu tidak ada di sisinya dengan suatu perkataan yang apabila ia mendengarnya maka membuatnya ia tidak suka. Dalam sebuah hadits riwayat imam Muslim dari jalan sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوْا: اَللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ، قِيلَ: أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيْ أَخِيْ مَا أَقُوْلُ؟ قَالَ: إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ

“Tahukah kalian apa itu ghibah (menggunjing)?. Para sahabat menjawab : Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu. Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Ghibah adalah engkau membicarakan tentang saudaramu sesuatu yang dia benci. Ada yang bertanya. Wahai Rasulullah bagaimana kalau yang kami katakana itu betul-betul ada pada dirinya?. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Jika yang kalian katakan itu betul, berarti kalian telah berbuat ghibah. Dan jika apa yang kalian katakan tidak betul, berarti kalian telah memfitnah (mengucapkan suatu kedustaan)” (HR Muslim)

Haramnya Mengghibah:
Masalah ghibah kelihatannya adalah masalah yang sepele dan ringan, akan tetapi sebenarnya masalah ini adalah masalah yang sangat berat karena menyangkut kehormatan seseorang. Apalagi kalau yang dighibah adalah saudara Muslim kamu sendiri yang mana kehormatan seoarang muslim sangat dijaga. Rasululloh SAW bersabda :

إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا

“Sesungguhnya darah-darah kalian, harta-harta kalian, (dan juga kehormatan kalian) semua itu adalah haram atas kalian sebagaimana kesucian hari kalian ini (hari ‘Arafah), pada bulan kalian ini dan di negeri kalian yang suci ini.”

Mengenai hukum haramnya ghibah, dalilnya sudah sangat jelas sekali baik yang terdapat dalam Al-Qur’an, hadist Nabi dan kesepakatan kaum muslimin sendiri. Men-ghibah adalah perbuatan kemungkaran yang sangat besar yang sangat diharamkan, bahkan termasuk dari dosa-dosa besar. Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

“Janganlah sebagian kalian menggunjing / mengghibahi sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kalian memakan daging saudaranya yang telah mati? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (Q.S.Al Hujurat : 12)

8. Berdoa dan ingin cepat dikabulkan
permasalahan hidup umat islam sehari-hari
Setiap kali memiliki hajat atau keperluan, tentu kita akan berdoa meminta kepada Allah Yang Maha Kuasa. Tapi permasalahannya disini adalah banyak dari kita yang berdoa dan ingin cepat dikabulkan, padahal itu bertolak belakang dengan anjuran Rasulullah SAW yang mana jika kita sudah berdoa dan meminta, selanjutnya adalah kita serahkan kepada Sang Kholik dan kita bersabar.

Sabda Rasulullah SAW,

"Doa salah seorang dari kamu, pasti akan dikabulkan Allah SWT, Selama tidak tergesa-gesa minta dipenuhi, seperti ia berkata : Sungguh aku telah berdoa, tetapi Allah tidak juga mengabulkan doaku" (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

Allah SWT telah berfirman dalam Al-Quran, yang maksudnya, agar kita berdoa kepada Allah SWT, sebab Allah SWT Maha Dekat, sedekat urat leher. Allah SWT selalu mendengar pinta hamba-Nya, pinta yang baik atau pun yang buruk. Allah tidak pernah mengingkari janji-Nya.

Nmaun, biasanya, dalam Allah mengabulkan doa hamba-Nya kadang-kadang si hamba itu telah lupa akan doa yang pernah diajukan kepada Allah SWT, tiba-tiba doanya dulu terkabulkan sekarang. Sekalipun semua itu menurut kehendak Allah, akan mengabulkan doa dengan cepat atau Lambat, atau tidak mengabulkan  doa, sebab Allah Maha Mengetahui, mungkin apabila doanya dikabulkan, si hamba yang tadinya mukmin, malah berubah menjadi kufur, berarti dengan tidak dikabulkannya doa itu juga merupakan hikmah dan rahmat dari Allah SWT. juga sebagai ujian bagi Allah kepada hamba-Nya yang beriman.

Namun jelas bahwa Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, lambat atau cepat doa dari hamba-Nya pasti dikabulkan, asalkan kita tahu tata caranya berdoa, jangan tergesa minta dikabulkan.

Adapun syarat dan cara berdoa, yang diharapkan dapat terkabulkan adalah :
  1. Bersungguh-sungguh dalam memanjatkan doa.
  2. Yakin dengan hati mantap.
  3. Istiqamah, artinya tetap pada jalan yang lurus.
  4. tawadlu' dan tadarru', artinya merendah diri dengan suara lembut penuh iba dan pengharapan.
  5. dengan perasaan takut, khusyuk.
  6. Yakin akan terkabulnya permintaan (optimis).
  7. Jangan meminta segera terkabulkan.
  8. Menyebut Asma Allah, jangan selainnya.
Demikianlah sekilas tentang permasalahan hidup umat Islam sehari-hari, semoga bermanfaat bagi kita semua dan menjadi pelajaran bagi kita untuk menggapai hidup yang jauh lebih baik...



Demikianlah Artikel Permasalahan Hidup dalam Islam

Sekian artikel Permasalahan Hidup dalam Islam kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Permasalahan Hidup dalam Islam dengan alamat link https://doadanfiqih.blogspot.com/2015/09/permasalahan-hidup-dalam-islam.html
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 komentar:

Posting Komentar